Kini dunia tengah berbondong-bondong melakukan transisi kekuatan berasal dari kekuatan fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT).
Dalam masa transisi kekuatan ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), Subholding Gas Pertamina, menjadi salah satu perusahaan yang diuntungkan.
Bukan tanpa alasan, gas merupakan kekuatan yang bakal banyak dimanfaatkan sepanjang masa transisi ini dikarenakan gas dengan menggunakan Flow Meter Solar merupakan kekuatan fosil yang dianggap lebih bersih dibandingkan bersama batu bara dan minyak.
Direktur Utama PGN M. Haryo Yunianto dalam konferensi pers, mengatakan, pemerintah konsisten mendorong transisi kekuatan dan mengejar tujuan bauran kekuatan baru terbarukan yang udah ditetapkan, seperti 23% terhadap 2025.
Dengan demikian, kekuatan terbarukan ke depan bakal menjadi kekuatan yang dominan.
“Bahwa gas bumi adalah salah satu berasal dari program strategis kekuatan yang nanti menuju kekuatan terbarukan. Gas bumi ini dalam transisi kekuatan salah satu berasal dari sebagian portofolio kami,” ungkapnya.
Menurutnya, PGN selagi ini memasok gas ke industri, PT PLN (Persero), pabrik pupuk, dan terhitung sektor tempat tinggal tangga. Pihaknya kini terhitung tengah melakukan kajian tekhnis untuk lebih dapat masuk ke retail industri.
“Dan terhitung harapan kami ke depan, ada PGN sebagai agregator gas di Indonesia, kami lebih dapat pakai peluang-peluang yang baik di sektor pengembangan konversi pembangkit PLN batu bara, smelter, dan transportasi laut, darat, dan petrochem,” lanjutnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, selagi ini pihaknya tengah melakukan persiapan-persiapan dan terhadap 2022 jadi melakukan pilot project, dan juga implementasi berasal dari bermacam pola pengembangan.
Haryo menyebut PGN selagi ini terhitung melakukan sinergi bersama semua Subholding Pertamina lainnya. Dia menyebut, ini bakal menjadi kemampuan pertumbuhan perusahaan ke depannya.
“Sudah dapat masuk ke sub refinery, petrochem Subholding kilang. Kita ke depan ada pasokan 350 BBTUD dan juga sebagian portofolio bisnis kami siapkan,” tuturnya.
Seperti diketahui, Indonesia menargetkan menggapai netral karbon terhadap 2060 atau lebih cepat. Pada 2030 menargetkan dapat mengurangi emisi karbon sebesar 29% bersama dana sendiri atau business as usual (BAU) berdasarkan Nationally Determined Contributions (NDC) dan 41% bersama perlindungan internasional.